Di dalam kereta, seorang bapak berkemeja Biru (sebut saja B),
bertanya tentang arah jalan pada seorang berpakaian tentara yang berdiri di
sampingnya (sebut saja T). Dia bertanya stasiun mana yang paling dekat dengan
Bundaran HI. Kemudian T menyebut nama salah satu stasiun yang akan dilewati
oleh kereta tersebut. T juga menyebutkan nomor bus yang bisa dinaiki B untuk
mencapai Bundaran HI setelah turun di stasiun tersebut.
Pembicaraan itu terlihat semakin mengalir, hingga ada seorang bapak berpakaian cokelat
(sebut saja C) berkata kepada B, “Pak, tangannya ga bisa diam ya?”. Kebetulan posisi C pada saat itu berada di
samping kiri B, dan kondisi tangan B pada saat itu, tangan kanan memegang “holder
gantung” di kereta, dan tangan kirinya dilepas. Seketika itu juga, saya yang
berada di samping kanan belakang B, langsung memasang posisi tangan menjaga
kantong sebelah kiri saya yang terdapat handphone di dalamnya.
Sepenggal kejadian di dalam kereta tersebut menyiratkan
sesuatu di benak saya. Terkadang penilaian (awal) kita terhadap seseorang,
mudah sekali dipengaruhi oleh penilaian orang lain. Kalimat yang disebutkan C
menyiratkan bahwa B memiliki niatan yang tidak baik di dalam kereta, dan
kemudian menimbulkan respon bersiap siaga pada diri saya. Saat itupun, di benak
saya terpikir, “kenapa pertanyaan B begitu mendasar? Padahal biasanya orang
yang naik kereta pagi hari adalah orang2 yang memang sehari-harinya naik
kereta, terlebih dia terlihat seperti karyawan.” , atau, “ kenapa B tidak
menaiki kendaraan yang biasanya? Bukankah ini akan membuat dia lebih lama
sampai di kantornya? (karena tidak terbiasa)”, dan pertanyaan-pertanyaan menyelidik lain yang intinya
ingin memastikan, kenapa B bisa berada di kereta itu. Kemudian, saya bertanya
pada diri sendiri, apakah penilaian saya terhadap B itu adil? Padahal B belum
melakukan tindakan yang buruk atau mencurigakan terhadap saya...
Stasiun Tebet
Selasa, 23 Oktober 2012, 06.50
0 comments:
Post a Comment